Hak khusus yang berlaku untuk masyarakat adat dan diakui dalam sejumlah instrumen hukum internasional, antara lain “Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP)”, “Konvensi International Labour Organization 169 (ILO 169)”, “Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD)”, “Kerangka Kerja Lingkungan dan Sosial” World Bank, dan “Standar Kinerja Lingkungan dan Sosial” International Finance Corporation (IFC) serta undang-undang negara lokasi proyek. Masyarakat adat mampu mengadakan diskusi dan pengambilan keputusan yang independen dan kolektif sendiri di lingkungan di mana mereka tidak merasa terintimidasi, dan di mana mereka memiliki waktu yang cukup untuk berdiskusi dalam bahasa mereka sendiri mengenai hal-hal yang berdampak pada hak mereka, sumber daya alam di lahan mereka, wilayah, mata pencaharian, pengetahuan, tenunan sosial, tradisi, sistem pemerintahan, dan budaya atau warisan (baik berwujud maupun tak berwujud) mereka. Mereka dapat memberikan atau menolak memberikan persetujuan untuk proyek yang dapat berdampak pada mereka atau wilayah mereka. Setelah mereka memberikan persetujuan, mereka dapat menariknya kembali pada tahap mana pun. Terlebih, FPIC membuat mereka mampu menegosiasikan kondisi tentang bagaimana proyek yang bersangkutan akan dirancang, diimplementasikan, diawasi, dan dievaluasi.
Seluruh unsur dalam FPIC saling berkaitan, dan tidak boleh dianggap terpisah. Tiga unsur pertamanya (tanpa paksaan, awal, dan atas dasar informasi) mengandung syarat dan ketetapan bahwa persetujuan merupakan bagian dari proses pembuatan keputusan. Singkatnya, persetujuan harus didapatkan sebelum proyek, rencana, atau tindakan dilakukan (awal), harus diputuskan secara independen (tanpa paksaan) dan berdasarkan informasi yang akurat, tepat waktu, dan cukup yang disediakan dengan cara yang sadar budaya (atas dasar informasi) agar dapat dianggap sebagai hasil atau kesimpulan yang valid dari suatu proses pengambilan keputusan secara kolektif.