Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok mencakup proyek infrastruktur di seluruh dunia dalam skala yang begitu besar, hingga proyek tersebut dapat menimbulkan manfaat yang signifikan atau konsekuensi yang merugikan bagi puluhan juta orang, tergantung bagaimana proyek tersebut dirancang, didanai, dilaksanakan, dan dioperasikan. Banyak negara lokasi proyek yang memiliki populasi rentan yang suara dan kekhawatirannya tidak didengarkan dan mungkin jauh lebih menderita akibat masalah yang ditimbulkan oleh satu atau beberapa proyek BRI. Selain itu, pemodal, pengembang, dan kontraktor Tiongkok mungkin tidak mengenali lingkungan, bahasa, atau budaya lokal.
Pada tahun 2019, Asia Society Policy Institute (ASPI) menerbitkan laporan berjudul Navigating the Belt and Road Initiative yang mengidentifikasi masalah dan memberikan rekomendasi dengan tujuan agar proyek BRI memberikan hasil yang bermanfaat dan berkelanjutan. ASPI mendapati bahwa ada banyak proyek BRI yang tidak terlalu memperhatikan masalah hak tanah, kesehatan dan keselamatan masyarakat (H&S), kesetaraan gender, standar kerja, dan isu-isu penting lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa informasi yang jelas dan mudah diakses mengenai proyek BRI — beserta dampaknya — tidak disediakan untuk komunitas terdampak dan tidak dibuat mekanisme resmi agar warga lokal dapat mencari solusi atas masalah yang ditimbulkan oleh proyek. Laporan ASPI membuat dua rekomendasi utama: pertama, agar perencana proyek BRI melakukan penilaian dampak sosial (SIA) yang bersifat mendalam, dan kedua, agar anggota masyarakat dan pemangku kepentingan negara lokasi proyek diberi informasi, diajak berunding, dan dilibatkan selama siklus hidup setiap proyek infrastruktur. Toolkit ini dirancang untuk membantu populasi lokal di dan sekitar area proyek BRI sekaligus kontraktor, pengembang, dan pemodal Tiongkok agar dapat mengatasi tantangan tersebut dan mengimplementasikan rekomendasi.
ASPI melakukan penelitian di Asia Tenggara dan Asia Selatan, dengan berfokus pada Kamboja, Laos, dan Indonesia. Ketiga negara tersebut menjadi lokasi untuk berbagai proyek BRI berskala besar; ketiganya tergolong negara yang paling awal masuk ke inisiatif BRI pada tahun 2013, dan berada di tahap pembangunan ekonomi yang berbeda-beda. Meskipun toolkit memiliki informasi yang khas untuk negara tersebut dan akan disediakan dalam bahasa nasional ketiga negara tersebut, toolkit juga dimaksudkan untuk berguna bagi masyarakat yang terdampak proyek BRI di negara-negara lain di Asia dan di seluruh dunia. Versi bahasa Mandarin (Sederhana) ditujukan untuk membantu petugas, pemodal, pengembang, dan kontraktor Tiongkok yang terlibat dalam proyek BRI, terutama di Asia Tenggara.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, ASPI membentuk Badan Penasihat yang terdiri dari tenaga ahli Tiongkok dan internasional terkemuka yang berpengalaman dalam memantau investasi luar negeri, menetapkan kebijakan lingkungan dan sosial, menyusun strategi untuk memfasilitasi keterlibatan pemangku kepentingan, dan mengadvokasi pembangunan berkelanjutan dan inklusif serta hak dan kebutuhan masyarakat setempat. ASPI juga bekerja sama dengan rekan pembangunan lembaga swadaya masyarakat (NGO) di banyak negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan yang membantu dalam melakukan kerja lapangan dan mengadakan wawancara dan perundingan dengan pemangku kepentingan.
ASPI menujukan toolkit ini untuk digunakan oleh pemangku kepentingan lokal di area di mana proyek BRI direncanakan, sedang dilaksanakan, atau baru diselesaikan untuk meningkatkan pemahaman atas proses dan prosedur terkait, serta orang yang terlibat. Pemahaman yang lebih baik dari seluruh pemangku kepentingan dapat mencegah masalah dan mengurangi gesekan. Selain itu, toolkit ini dapat digunakan untuk mempelajari praktik terbaik dan standar Tiongkok dan internasional, serta untuk mengidentifikasi peran dan tanggung jawab berbagai dinas yang terlibat dalam proyek BRI. Toolkit ini menjabarkan langkah yang dapat diambil oleh pemangku kepentingan dan kelompok lokal untuk menyampaikan pertanyaan, membagikan gagasan, melibatkan diri dalam advokasi publik, mengejar solusi untuk keluhan, dan melindungi kepentingan masyarakat.
Untuk pengguna toolkit dari Tiongkok, kami menerangkan unsur-unsur penilaian dampak lingkungan dan sosial (ESIA) dan keterlibatan pemangku kepentingan; menjabarkan standar dan praktik Tiongkok dan internasional yang relevan; menawarkan langkah tertentu yang dapat diambil oleh perusahaan, pemodal, dan aktor lain dari Tiongkok; dan mendeskripsikan bagaimana tindakan tersebut dapat membantu mengurangi risiko proyek infrastruktur, menghindari masalah, dan memberikan hasil yang lebih baik.
Untuk informasi lebih lanjut atau pertanyaan lebih spesifik mengenai toolkit, hubungi kami di [email protected].
Daniel R. Russel adalah Vice President for International Security and Diplomacy di ASPI. Sebelumnya, ia bekerja sebagai Diplomat-in-Residence dan Senior Fellow di ASPI untuk masa kerja selama satu tahun. Sebagai anggota karier Senior Foreign Service di U.S. Department of State, ia terakhir menjabat sebagai Assistant Secretary of State for East Asian and Pacific Affairs. Ia sempat bekerja di Gedung Putih sebagai Special Assistant to the President and National Security Council Senior Director for Asian Affairs, di mana ia membantu memformulasikan penyeimbangan strategis Presiden Obama untuk wilayah Asia-Pasifik, termasuk upaya untuk memperkuat aliansi, memperdalam keterlibatan Amerika Serikat dalam organisasi multilateral, dan memperluas kerja sama dengan negara-negara dengan kekuatan baru di wilayah tersebut. Selain itu, sebagai bagian dari Departement of State, ia juga pernah menjabat sebagai Director of the Office of Japanese Affairs dan U.S. Consul General di Osaka-Kobe.
Blake H. Berger adalah Associate Director di ASPI. Sebelum bekerja di ASPI, ia bekerja sebagai Research Associate di Centre on Asia and Globalisation di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore. Ketertarikan penelitian Blake mencakup Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Belt and Road Initiative, integrasi regional, hubungan internasional, ekonomi politik, kebijakan luar negeri Amerika Serikat untuk Asia Timur dan Tenggara, dan kebijakan perdagangan internasional. Blake memiliki gelar magister Comparative Politics dengan fokus pada Asia Tenggara dari American University’s School of International Service dan gelar sarjana Sosiologi dari University of Massachusetts Boston.
Jacinta Y. Chen adalah Program Assistant di ASPI. Di posisinya ini, ia mengerjakan proyek-proyek terkait BRI bersama Vice President ASPI Daniel Russel dan Associate Director ASPI Blake Berger. Belum lama ini, ia meneliti praktik terbaik untuk infrastruktur berkelanjutan dan berkontribusi besar dalam pengembangan toolkit digital ASPI yang pertama. Sebelum mengemban jabatan ini, ia bekerja sebagai Research Intern di ASPI and sebagai Student Researcher di Kantor Walikota Los Angeles. Jacinta memiliki gelar sarjana Sejarah dan Politik dari Pomona College dan akan menjalani kuliah di University of Cambridge sebagai Downing-Pomona Scholar di musim semi 2022.
Proyek ini dapat dijalankan berkat dukungan dari Ford Foundation.